Rabu, 26 Agustus 2009

JALUR KERETA API


Sekelompok anak kecil sedang bermain di dekat dua jalur kereta api. Jalur yg pertama adalah jalur aktif masih sering dilewati KA),sementara jalur kedua sudah tidak aktif.

Hanya seorang anak yg bermain di jalur yg tidak aktif (tidak pernah lagi dilewati KA), sementara lainnya bermain di jalur KA yg masih aktif.

Tiba-tiba terlihat ada kereta api yg mendekat dgn kecepatan tinggi,dan kebetulan Anda berada di depan panel persimpangan yg mengatur arah KA tsb.
Apakah Anda akan memindahkan arah KA tsb ke jalur sdh tidak aktif dan menyelamatkan sebagian besar anak kecil yg sedang bermain ? Namun hal ini berarti Anda mengorbankan
seorang anak yang sedang bermain di jalur KA yg tidak aktif. Atau Anda akan membiarkan kereta tsb berada di jalur yg seharusnya?

Mari berhenti sejenak d! an berpikir keputusan apa yang sebaiknya kita ambil? Pikirkan baik-baik jawaban anda...., dan setelah anda yakin dengan jawaban anda, baru anda teruskan membaca ke bawah....

Sebagian besar orang akan memilih untuk memindahkan arah kereta dan hanya mengorbankan jiwa seorang anak. Anda mungkin memiliki pilihan yg sama karena dgn menyelamatkan sebagian besar anak dan hanya kehilangan seorang anak adalah sebuah keputusan yg rasional dan dapat disyahkan baik secara moral maupun emosional.

Namun sadarkah Anda bhw anak yg memilih untuk bermain di jalur KA yg sudah tidak aktif, berada di pihak yg benar karena telah memilih untuk bermain di tempat yg aman? Disamping itu, dia harus dikorbankan justru krn kecerobohan teman2nya yang bermain di tempat berbahaya.

Dilema semacam ini terjadi di sekitar kita setiap hari. Di kantor, di masyarakat, di dunia politik dan terutama dalam kehidupan demokrasi,pihak minoritas harus dikorbankan demi kepentingan mayoritas. Tidak peduli betapa bodoh dan cerobohnya pihak mayoritas tersebut.

Nyawa seorang anak yang memilih untuk tidak bermain bersama teman-temannya di jalur KA yang berbahaya telah dikesampingkan.Dan bahkan mungkin kita tidak akan menyesalkan
kejadian tersebut.

Seorang teman yg men-forward cerita ini berpendapat bahwa, dia tidak akan mengubah arah laju kereta karena dia percaya anak-anak yang bermain di jalur KA yang masih aktif sangat sadar bahwa jalur tersebut masih aktif. Akibatnya mereka akan segera lari ketika mendengar suara kereta mendekat.
Jika arah laju kereta diubah ke jalur yg tidak aktif maka seorang anak yg sedang bermain di ! jalur tsb pasti akan tewas, krn dia tidak pernah berpikir bhw kereta akan menuju jalur tsb. Disamping itu, alasan sebuah jalur KA dinonaktifkan kemungkinan karena jalur tersebut sudah tidak aman. Bila arah laju kereta diubah ke jalur yang tidak aktif, maka kita telah membahayakan nyawa seluruh penumpang di dalam kereta. Dan mungkin langkah yang telah ditempuh untuk menyelamatkan sekumpulan
anak dengan mengorbankan seorang anak, akan mengorbankan lagi ratusan nyawa penumpang di kereta tersebut.

Kita harus sadar bahwa hidup ini penuh dengan keputusan sulit yg hrs dibuat. Dan mungkin kita tdk akan menyadari bhw sebuah keputusan yang cepat tdk selalu menjadi keputusan yg benar.
Satu lagi yang perlu diingat.... sesuatu yang benar tidak selalu disukai dan sesuatu yang disukai tidak selalu benar......

"when life gives you 100 reasons to cry show life that you have 1000 reasons to smile..
Face your past without regret..
Handle your present with confidence..
Prepare for future without fear"

Kado Kotak Kosong


Menjelang hari raya, seorang ayah membeli beberapa gulung kertas kado.
Putrinya yang masih kecil, masih balita, meminta satu gulung.
"Untuk apa?" tanya sang ayah.
"Untuk kado, mau kasih hadiah." jawab si kecil.
"Jangan dibuang-buang ya." pesan si ayah, sambil memberikan satu gulungan
kecil.

Persis pada hari raya, pagi-pagi si kecil sudah bangun dan membangunkan
ayahnya, "Pa, Pa ada hadiah untuk Papa."
Sang ayah yang masih malas-malasan, matanya pun belum melek, menjawab,
"Sudahlah nanti saja."
Tetapi si kecil pantang menyerah, "Pa, Pa, bangun Pa, sudah siang."
"Ah, kamu gimana sih, pagi-pagi sudah bangunin Papa."
Ia mengenali kertas kado yang pernah ia berikan kepada anaknya.
"Hadiah apa nih?"
"Hadiah hari raya untuk Papa. Buka dong Pa, buka sekarang."
Dan sang ayah pun membuka bingkisan itu.
Ternyata di dalamnya hanya sebuah kotak kosong.
Tidak berisi apa pun juga. "Ah, kamu bisa saja. Bingkisannya koq
kosong.Buang-buang kertas kado Papa. Kan mahal?"

Si kecil menjawab, "Nggak Pa, nggak kosong. Tadi, Putri masukin begitu
buaanyaak ciuman untuk Papa."
Sang ayah terharu, ia mengangkat anaknya.
Dipeluknya, diciumnya.
"Putri, Papa belum pernah menerima hadiah seindah ini. Papa akan selalu
menyimpan boks ini.
Papa akan bawa ke kantor dan sekali-sekali kalau perlu ciuman Putri, Papa
akan mengambil satu. Nanti kalau kosong diisi lagi ya !"

Kotak kosong yang sesaat sebelumnya dianggap tidak berisi, tidak memiliki
nilai apa pun, tiba-tiba terisi, tiba-tiba memiliki nilai yang begitu
tinggi. Apa yang terjadi ?
Lalu, kendati kotak itu memiliki nilai yang sangat tinggi di mata sang ayah,
di mata orang lain tetap juga tidak memiliki nilai apa pun. Orang lain akan
tetap menganggapnya kotak kosong.

Kosong bagi seseorang bisa dianggap penuh oleh orang lain.
Sebaliknya, penuh bagi seseorang bisa dianggap kosong oleh orang lain.
Kosong dan penuh - dua-duanya merupakan produk dari "pikiran" anda sendiri.
Sebagaimana anda memandangi hidup demikianlah kehidupan anda.

Hidup menjadi berarti, bermakna, karena anda memberikan arti kepadanya,
memberikan makna kepadanya.
Bagi mereka yang tidak memberikan makna, tidak memberikan arti, hidup ini
ibarat lembaran kertas yang kosong...........

Selasa, 25 Agustus 2009

50 Cara Cerdas Menggunakan Waktu : part-1


Tanpa kita sadari, waktu adalah hal yang sering kali kita remehkan. Padahal saat ini, waktu terasa berjalan begitu cepat. Sedikit saja kita lengah, maka lewat saja waktu yang tepat.
Waktu jualah yang membedakan antara orang sukses dan orang gagal. Bukankah Allah sama-sama memberikan manusia waktu 24 jam sehari? Namun, mengapa ada manusia yang sukses dan manusia yang gagal? Jawabannya terletak di bagaimana mereka memanfaatkan setiap waktu yang ada.
Waktu di era reformasi juga menjadi sedemikian pentingnya. Bahkan lebih penting dari uang itu sendiri. Uang yang hilang bisa saja kembali, namun waktu yang telah lewat tidak akan pernah kembali. Apalagi kecepatan arus informasi yang dating dan pergi menuntut kita untuk selalu siaga di setiap waktu.
Sayangnya meskipun waktu begitu penting, tidak banyak rekan-rekan yang bisa mengatur dan memanage waktunya dengan baik. Bukannya mendapatkan efesiensi dan produktivitas tinggi, yang ada justru membuang setiap kesempatan dan waktu yang ada dengan percuma.
Padahal jika kita mau menilik sedikit saja, sebenarnya pengelolaan waktu begitu sederhana dan simpel. Kita saja yang sering membuatnya rumit. Apalagi dengan kultur masyarakat Indonesia yang cenderung suka menunda dan tidak on time. Oleh karena itu lewat tulisan di blog ini, jika Anda benar-benar menerapkan, Insya Allah ke depan hidup anda akan lebih teratur dan lebih baik lagi. Tidak percaya? Silahkan dicoba, karena saya sudah mencobanya.

Make your success come fastly by managing your time wisely, coz time is money.

Untuk bagian pertama ini saya akan menyajikan 10 cara dulu, nanti saya susulkan lanjutannya sampai cara yang ke 50.

1. Waktu adalah penyeimbang yang luar biasa. Tak peduli siapa anda, berapa uang yang anda punya, atau dimana anda hidup dimuka bumi ini, kita semua memiliki waktu 24 jam yang sama dalam 1 hari. Waktu anda adalah sumberdaya yang sangat berharga. Jangan pernah sia-siakan waktu.
2. Benda-benda yang berserakan di rumah dapat memperlambat langkah Anda dengan cara mengalihkan perhatian dari apa yang sebenarnya ingin Anda lakukan. Untuk mengontrolnya, bersihkan, dan tata rapi semua benda setiap kali anda menyelesaikan sesuatu.
3. Apakah Anda seringkali merasa khawatir dengan apa yang belum Anda lakukan? Jangan membuang-buang waktu dengan selalu merasa gelisah memikirkan berapa banyak waktu yang akan Anda habiskan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Merasa gelisah akan membuat Anda merasa tidak nyaman dan hanya menghabiskan energi saja. Pilih satu pekerjaan yang membutuhkan banyak pergerakan, selesaikan dan beri penghargaan atas usaha Anda. Menyelesaikan sesuatu dan kemudian mendapat penghargaan, akan membuat Anda merasa lebih baik.
4. Apakah Anda tiba ditempat kerja setiap pagi dengan merasa lelah karena harus banyak melakukan persiapan sebelum meninggalkan rumah? Siapkan keberangkatan Anda pada malam hari sebelumnya. Taruhlah jaket, kopor/tas, kunci kendaraan di dekat pintu dengan posisi siap dibawa. Aktifkan alarm 15 menit lebih awal. Dengan demikian, Anda akan memulai hari Anda dengan lebih baik.
5. Jika Anda tidak ingin melupakan tugas-tugas yang harus anda lakukan di beberapa hari mendatang, maka tulislah dalam buku catatan / agenda. Jangan hanya mengingatnya di kepala. Setelah menulisnya, Anda bisa melupakannya. Sekarang, Anda bisa konsentrasi untuk pekerjaan lain yang lebih penting.
6. Apa pemandangan yang terlihat di meja kerja Anda? Tembok kosong? Halaman luar? Ataukah orang-orang yang mondar-mandir? Pemandangan dalam ruang kerja Anda adalah penting. Pemandangan tersebut haruslah kondusif untuk bekerja dan bukanyang dapat mengganggu kinerja Anda. Jika Anda harus memandang tembok yang kosong dan terasa kering, tidaklah lebih baik menggantinya dengan foto yang lebih besar atay pemandangan yang menyejukkan? Selalu usahakan untuk mencari pemandangan yang sesuai dengan ruang kerja Anda.
7. Berapa harga dari 1 jam Anda? Jika Anda memiliki gaji tahunan, pernahkan Anda menghitung upah per jam Anda? Pernahan terpikir untuk membayar orang lain dengan lebih murah dibandingkan dengan upah Anda untuk pekerjaan yang kurang Anda sukai? Dengan cara ini Anda akan memiliki lebih banyak waktu untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang memberi bayaran yang lebih kepada Anda.
8. Jika Anda menghabiskan 10 menit setiap harinya hanya untuk mencari barang-barang yang lupa dimana menaruhnya, maka Anda membuang lebih dari 60 jam setiap tahun. Mulai sekarang, rapikan barang-barang Anda di tempat yang mudah terjangkau dan mudah diingat.
9. Agar selalu merasa lebih segar dan mencegah stress, Anda perlu melakukan senam setiap hari. Jikan Anda melakukan dengan teman, maka itu akan lebih baik. Stress dan badan yang tidak segar hanya akan menghambat pekerjaan dan membuang banyak waktu Anda.
10. Catatan daftar reward (penghargaan/hadiah) yang Anda inginkan dalam buku catatan. Tuliskan semua. Jadi ketika suatu saat Anda menginginkan memberi suatu penghargaan kepada diri sendiri, Anda hanya perlu membuka buku catatan untuk melihat daftar reward yang Anda inginkan.

Jumat, 14 Agustus 2009

Jangan Gampang Mendramatisir Masalah!


Siapapun anda pasti pernah mengalami masalah dalam hidup ini. Dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Begitu juga di lingkungan kantor yang kompleks dengan aneka masalah, mulai masalah pekerjaan yang menumpuk, kompensasi yang tidak sesuai, beban kerja yang tidak merata, sampai masalah dicuekin bos.

Tetapi berat atau ringan, setiap masalah tentu butuh penyelesaian. Dan setiap masalah sangat individual sifatnya. Bagi anda yang bijak, setiap masalah akan dianggap sebagai proses pendewasaan diri. Tapi bagi yang berjiwa kerdil, masalah bagaikan mimpi buruk yang menjadi kenyataan. Umumnya anda dengan tipe terakhir akan berlarut-larut memikirkan masalah tanpa banyak memikirkan penyelesaiannya.

Namun, apapun judulnya, anda harus memikirkan cara yang paling tepat dalam menuntaskan suatu masalah. Tahukah anda apa yang harus anda hindari dalam menyelesaikan masalah? jawabannya adalah 'dramatisir'. Ingat, bagaimanapun bentuknya, jangan sekalipun mendramatisir masalah anda. Jangan pernah merasa bahwa seolah-olah masalah andalah yang paling berat.

Karena mendramatisir masalah bukanlah terapi yang mampu menyelesaikan keadaan, justru sebaliknya anda akan semakin stres akibat dramatisasi tersebut. Mengeluh kesana kemari dengan cerita dramatik hanya akan memperberat bobot masalah. Sebaliknya, berpikirlah dengan jernih, posisikan masalah anda pada sudut pandang yang tepat.

Jika anda ingin 'curhat' masalah anda, ungkapkan fakta-fakta yang benar dan objektif. Kalau A katakan A jangan bilang ABC. Peringatkan diri anda sendiri untuk tidak mendramatisir setiap kali akan membicarakan masalah pada rekan-rekan atau bos anda. Pikirkan dampak akibat dramatisir tersebut, apa manfaatnya? Umumnya dampaknya justru negatif. Karena lingkungan tidak menyukai dan tidak mempercayai hal-hal yang dramatik. Apalagi jika suatu saat, dramatisasi anda tidak terbukti.

Anda yang berpotensi mendramatisir masalah perlu lebih waspada. Karena kondisi ini bisa berdampak buruk bagi perkembangan mental anda. Orang-orang dengan tipe ini akan selalu dibayangi rasa cemas, ketakutan, dan pikiran negatif. Dan orang yang hobi mendramatisir masalah sesungguhnya hanya menciptakan kesalahan di atas kesalahan.

Hal yang tak kalah penting, jangan sekalipun menceritakan masalah anda dalam pikiran yang kalut. Karena kondisi yang emosionil dan tidak stabil membuat anda tidak objektif lagi dalam memandang setiap persoalan. Kondisi seperti ini akan membuat anda mengambil keputusan yang salah dan fatal. Misalnya anda mengancam akan mengundurkan diri ketika anda dihadapkan pada persoalan bahwa kenaikan gaji anda adalah yang paling kecil disbanding teman-teman yang lain. Biasanya ancaman tersebut bisa jadi hanya semacam 'gertakan' karena pikiran anda sedang buntu akibat merasa disepelekan dan diremehkan.

Ingat, kebanyakan orang yang tidak berhasil menyelesaikan masalahnya adalah orang-orang yang menutup mata dan sibuk mencari dukungan dan perlindungan. Dan ketika tak satupun orang yang memberi dukungan, anda akan menyalahkan masalah itu sendiri. Anda akan digelayuti pikiran, 'kenapa sih masalah ini mesti menimpa saya'?. Kalau anda terus dibebani pikiran tersebut, buntut-buntutnya anda merasa hidup ini tidak adil.

Kalau hal ini yang anda alami, segera stop pikiran buruk tersebut. Patut anda ketahui setiap masalah hanyalah suatu proses dalam hidup yang terus berjalan. anda lupa selama anda sibuk menyesali dan mengeluhkan masalah yang itu-itu saja sesungguhnya ada banyak jalan untuk mencapai penyelesaian yang anda inginkan. So, bangkitlah, jangan terpuruk dengan keluhan yang panjang. Masih ada jalan terbaik yang akan anda temui jika anda mau berpikir jernih.

Jangan Biarkan Bisa Menjadi Tidak Bisa


Mulailah mengerjakan sesuatu.
Jangan biarkan pertanyaan memenuhi benak anda sehingga melunturkan kemampuan anda untuk melakukan sesuatu.

Memang, banyak hal yang tidak bisa kita lakukan saat ini. Karena itu tinggalkan saja. Kerjakan sesuatu yang anda bisa, meski hanya menuliskan sebuah titik. Jangan biarkan sesuatu yang tak bisa anda kerjakan malah menyurutkan niat anda untuk mengerjakan sesuatu yang bisa anda kerjakan. Perhatikan saja keberanian anda untuk mengambil tindakan. Sekecil apa pun langkah pertama yang anda tapakkan adalah langkah besar bagi keberanian anda.

Tak perlu disibukkan dengan pertanyaan: mana yang lebih dulu, "Telor" atau "Ayam". Yang perlu anda lakukan adalah melihat apa yang ada dalam genggaman dan menghargainya. Yaitu, dengan mengerjakan sesuatu sebaik-baiknya. Bila telur yang berada dalam genggaman, eramilah hingga ia menetas menjadi seekor anak ayam. Sedangkan, bila ayam yang berada dalam genggaman, peliharalah sampai bisa menghasilkan telur-telur.

Lebih dari sekedar mempertanyakannya namun mengerjakannya.

Rabu, 12 Agustus 2009

Cara Berbahagia


Jiwa yang sejahtera menggambarkan seberapa positif seseorang menghayati dan menjalani fungsi-fungsipsikologisnya. Peneliti psycho- logical well-being, Ryff (1995) menyatakan, seseorang yang jiwanya sejahtera apabila ia tidak sekadar bebas dari tekanan atau masalah mental yang lain. Lebih dari itu, ia juga memiliki penilaian positif terhadap dirinya dan mampu bertindak secara otonomi, serta tidak mudah hanyut oleh pengaruh lingkungan

ADAKAH manusia yang tak ingin bahagia? Andaikan pun ada, pasti sangat sulit ditemukan. Bahkan, ketika menyaksikan sepenggal kisah kehidupan manusia dalam film yang notabene sengaja dibuat, penonton berharap-harap pada suatu happy ending, yakni akhir cerita bahagia. Sebagian orang menganggap kebahagiaan bersifat relatif, sehingga ukuran bahagia bagi setiap orang berbeda satu sama lain. Kebutuhan uang mendorong orang bertekun mencari dan memperolehnya. Berbagai cara pun ditempuh, termasuk korupsi. Setelah memenuhi seluruh kebutuhannya, dapatkah yang bersangkutan disebut bahagia?

Bayangkanlah suatu keadaan saat Anda tidak dipenuhi berbagai tugas, kewajiban, dan tanggung jawab. Tidak ada tagihan-tagihan, tidak ada rencana berlibur atau membeli sesuatu yang cukup mahal, tidak ada tenggat yang mengejar. Juga tidak ada jadwal rapat yang padat atau deretan daftar janji, dan sebagainya. Apabila dibandingkan dengan keadaan ketika semua itu memenuhi keseharian Anda, manakah yang paling membahagiakan? Wajar jika Anda kesulitan menentukan pilihan. Sebab bahagia itu relatif dan tidak terukur.

Bahagia dan Puas

Sebelum menemukan cara berbahagia, ada baiknya menyamakan paradigma bahagia terlebih dahulu. Keadaan bahagia sering kali diasosiasikan dengan puas. Kendati kedua hal itu memiliki ukuran yang sangat berbeda. Tak jarang orang menyatakan dirinya berbahagia pada saat ia merasa puas telah memperoleh apa yang diinginkannya. Bahagia yang dimaknai sebagai kepuasan memang bersifat relatif. Puas bagi seseorang belum tentu dapat diukurkan bagi orang lain. Ada yang sudah puas memiliki sepuluh keping, tapi yang lain belum. Sebaliknya, bahagia yang sejati justru dapat diterima oleh semua orang. Indikasi kunci dari perasaan bahagia adalah kesejahteraan psikis (psychological well-being).

Jiwa yang sejahtera menggambarkan seberapa positif seseorang menghayati dan menjalani fungsi-fungsi psikologisnya. Peneliti psychological well-being, Ryff (1995) menyatakan, seseorang yang jiwanya sejahtera apabila ia tidak sekadar bebas dari tekanan atau masalah mental yang lain. Lebih dari itu, ia juga memiliki penilaian positif terhadap dirinya dan mampu bertindak secara otonomi, serta tidak mudah hanyut oleh pengaruh lingkungan. Tentu saja orang tersebut memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, menyadari bahwa hidupnya bermakna dan bertujuan. Ia merasakan dirinya tetap berkembang dan bertumbuh, serta mampu menguasai lingkungannya.

Kebahagiaan seseorang mempengaruhi sekelilingnya secara positif karena orang yang bahagia memancarkan energi positif. Sedangkan puas tidak mempunyai makna sedalam itu. Sebab perasaan puas lekas surut, kemudian muncul kembali tuntutan pemuasan terhadap rasa tidak puas yang lain. Begitu seterusnya, lingkaran puas-tidak puas itu berputar. Puas berarti terpenuhinya kebutuhan pada level tertentu, padahal kebutuhan manusia terus meningkat, sehingga puas tidak pernah benar-benar tercapai.

Puas berorientasi pada hasil, sedangkan bahagia adalah proses mengisi hidup secara bermakna. Bahagia mengandung makna kenikmatan tertinggi, dibandingkan dengan puas yang cenderung berupa kenikmatan temporer dan fluktuatif. Ambil contoh perilaku makan. Hal biasa yang dilakukan orang terkait kebutuhan primer. Ketika merasa lapar, orang segera menyantap makanan yang tersedia dengan lahap, lalu merasa kenyang. Nikmat dan nyaman sesaat terlepas dari lapar merupakan satu bentuk kepuasan.

Berbeda ketika pertama-tama orang mensyukuri makanan yang terhidang di hadapannya. Selanjutnya ia mulai mengunyah perlahan-lahan, sembari merasakan sensasi dari setiap rasa yang menyentuh rongga mulut, lidah, tenggorokan, bahkan seolah-olah merasakan perjalanan makanan di ruang lambung. Kenikmatan menyentuh seluruh indra hingga ke perasaan, sehingga setiap kali memperoleh makanan, orang ingin mengulang sensasi tersebut. Cara ini mengubah makna makan lebih dari sekadar mengisi perut dan merasa kenyang.

Nikmatnya tidak terletak pada variasi menu makanan, rasa atau banyaknya makanan yang tersedia. Namun lebih pada saat berlangsungnya proses makan itu sendiri. Cara menyantap dan menikmati sensasi di seluruh raga dan rasa, menghadirkan perasaan puncak yang tak tertandingi. Bahkan, oleh harga makanan maupun rasa kenyang. Demikianlah kira-kira keadaan ini beranalogi dengan bahagia.

Kebahagiaan dapat mempengaruhi lingkungan. Pernahkah kita yang sedang tidak lapar tiba-tiba tergiur untuk menikmati makanan yang tengah disantap seseorang di dekat kita? Sebabnya bukan karena kita tahu makanan itu enak atau mengenyangkan, tapi orang yang sedang makan itu tampak sangat menikmati. Rasa kenyang seseorang tidak dapat dinikmati orang lain. Namun kenikmatan yang tertangkap pada orang yang bersantap menggugah orang-orang di sekelilingnya.

Meraih Bahagia

Cara berbahagia adalah upaya meraih kebahagiaan. Bahagia berarti mencapai kesejahteraan psikis pada setiap kondisi dan situasi. Hidup tidak hanya hitam dan putih, namun dipenuhi beragam warna. Berbagai situasi dan kondisi hidup, entah itu senang, susah, biasa-biasa, rutin, monoton, semua harus bisa dan berani dihadapi. Berpijak pada uraian-uraian sebelumnya, paradigma, dan pemahaman bahagia, merupakan langkah untuk memiliki bahagia.

Pertama,
bahagia bukan tujuan, tapi proses. Adalah sia-sia jika seseorang menempatkan bahagia di ujung harapan, lalu berangan menggapainya. Upaya ini rentan mendekatkan manusia pada kondisi depresi. Bahagia ada di dalam proses hidup, apa pun tujuan kepuasan yang ingin dicapai. Dengan menikmati setiap gulir waktu, peristiwa, persoalan, pemecahan masalah, maka bahagia dengan sendirinya telah dimiliki. Pada saat orang mampu memberi makna positif pada setiap detail kehidupannya, maka ia memiliki bahagia. Makna positif itu adalah membiarkan seluruh diri melebur di dalam waktu. Melepaskan kecemasan dan ketakutan, membebaskan pikiran dari upaya-upaya pembelaan diri yang kaku. Merasakan denyut nadi, detak jantung, dan aliran darah, secara alamiah, hingga melonggarkan manusia dari pola-pola tidak sehat. Menyerahkan jiwa sepenuhnya pada proses kehidupan yang tengah bergulir atau dengan kata lain pasrah.

Kedua, bahagia memiliki kekuatan resonansi. Kebahagiaan yang dimiliki seseorang akan dapat menggetarkan sekelilingnya, sehingga orang lain turut merasakannya dan memiliki bahagia. Cara kita menikmati proses demi proses kehidupan adalah inspirasi bagi orang lain. Berbuat sesuatu yang inspiratif seharusnya jauh dari perbuatan buruk, melanggar norma ataupun merugikan orang lain. Menginspirasikan nilai hidup positif bagi orang lain adalah kebahagiaan. Apabila kebahagiaan seseorang menimbulkan prasangka buruk di dalam lingkungannya tentu saja nilai kepuasan akan hilang. Namun proses yang dibiarkan mengalir didasari niat tulus dan jiwa tenang beralaskan prinsip adalah bahagia yang menetap, waktulah yang bertugas menjawabnya.

Ketiga,
keadaan bahagia bukannya tanpa kesulitan hidup. Keliru besar jika seseorang ingin memiliki bahagia dengan cara menjauhi masalah-masalah kehidupan. Justru kebahagiaan menyusup, ketika dengan berani, pribadi matang, pengendalian diri, dan dengan bijak, orang menghadapi persoalan hidup. Barangkali ada yang bertanya, bagaimana mungkin saya berbahagia pada saat orang yang sangat saya kasihi pergi meninggalkan saya untuk selama-lamanya? Kenapa tidak mungkin? Ketika Anda menangis, bersedih, meratap, pasti Anda tahu bahwa ada kondisi kebalikannya. Menyadari betapa beruntungnya Anda pernah memiliki saat-saat indah bersamanya, merupakan proses bahwa Anda bahagia memiliki semua, baik di saat senang maupun saat susah.

Keempat,
materi bukan ukuran kebahagiaan. Jika bahagia semata materi, maka depresi pun mengintai jiwa manusia. Orang akan terjebak pada lingkaran puas-tidak puas. Bahagia adalah perasaan cinta yang dibiasakan dan dipilih setiap orang, sehingga mencari cara untuk berbahagia dengan memiliki seluruh dunia adalah sia-sia. Bahagia bukan hal yang relatif, namun adalah karakter yang dibangun dari kebiasaan orang dalam proses mengisi hidup agar sungguh-sungguh bermakna. Menikmati hidup dengan tidak memusatkannya pada situasi dan kondisi yang baik atau buruk. Setiap orang bebas memilih untuk mau berbahagia atau tidak. Apabila orang sungguh-sungguh ingin berbahagia maka ia tahu bahagia sudah dimilikinya.

Coba Dengarkan Cinta


Manusia memang makhluk rumit. Dan suka aneh sendiri. Hal-hal yang pingin kita omongin, atau yang harus kita bilang, justru malah nggak pernah kita ungkap. Parahnya lagi, kita terbiasa pake simbol-simbol atau kata-kata lain buat nunjukin arti sebenernya. Walhasil, seringnya maksud kita itu jadi nggak terkomunikasikan dan bikin orang lain ngerasa bete, nggak disayang, nggak dihargai.

Iya sih, ada saat-saat kita ngerasa nggak nyaman mengekspresikan cinta yang kita rasa. Karena takut mempermalukan orang lain, atau diri kita sendiri, kita ragu buat bilang, "I love you". Jadinya, kita menyampaikan perasaan itu lewat kata-kata yang lain; "jaga diri baik-baik", "belajar yang bener", "hati-hati di jalan", "jangan ngebut", "jangan lupa makan".
Tapi, sebenernya, itu cuma opsi-opsi lain dari perkataan yang sesungguhnya; "saya sayang kamu", "saya peduli sama kamu", "kamu sangat berarti buat saya", "saya nggak mau kamu terluka".

So, nggak ada salahnya kita coba MENDENGARKAN CINTA lewat kalimat-kalimat yang dikatakan orang lain. Ungkapan eksplisit itu penting,tapi bagaimana kita mengungkapkannya bisa jadi jauh lebih penting. Setiap pelukan bermakna cinta meski kata-kata yang keluar sangat berbeda. Setiap perhatian yang diberikan orang lain menyimpan cinta walau bentuknya kaku, atau mungkin kasar. Yang pasti, kita harus mencari dan mendengar cinta yang ada di baliknya.

Seorang ibu bisa ngomelin anaknya karena nilai rapot atau kamar yang berantakan. Si anak mungkin hanya mendengar omelannya. Tapi kalo dia bener-bener MENDENGAR, dia bakal mendapatkan cinta di sana. Kepedulian dan cinta ibunya muncul dalam bentuk omelan. Tapi gimana pun juga, itu adalah cinta. Seorang gadis pulang larut malam, dan akhirnya dapet kuliah gratis dari bokapnya. Gadis itu cuma nangkep kemarahan sang bokap. Tapi kalo dia mencoba untuk MENDENGARKAN CINTA, dia bakal menemukannya. "Kamu gimana sih, Papa jadi khawatir sama kamu," kata bokapnya. Tau nggak, itu sama aja dengan "Papa sayang dan peduli sama kamu. Kamu sangat berarti buat Papa" yang sayangnya, nggak tersampaikan dengan lisan.

Kita mengungkapkan cinta dalam banyak cara--hadiah ulang tahun, pesan-pesan kecil, dengan senyuman, dengan air mata. Cinta nggak hanya ada dalam kata-kata, tapi juga dalam diam. Dan seringkali kita menunjukkan cinta dengan memaafkan orang yang nggak mau mendengar cinta yang kita sampaikan.

Masalah dalam "mendengarkan cinta" adalah kesulitanan keterbatasan kita untuk mengerti bahasa cinta yang dipakai orang lain. Yang kerap terjadi, kita jarang mendengarkan orang lain. Kita mendengar kata-kata, tapi kita nggak mempertimbangkan ekspresi atau tindakan-tindakan yang mengiringi kata-kata itu. Sering juga kita cuma bisa mendengar hal-hal negatif, penolakan, kesalahpahaman dan mengabaikan cinta yang menjadi dasarnya.

Dengerin deh, cinta-cinta yang ada di sekitar kita. Kalo kita bener-bener berusaha mendengarkan, kita bakal temui bahwa kita sebenarnya memang dicintai. Mendengarkan cinta bisa membuat kita sadar bahwa dunia ini adalah tempat yang begitu indah.

Cinta adalah anugerah.
Membuat kita tertawa.
Membuat kita bernyanyi.
Membuat kita sedih.
Membuat kita menangis.
Membuat kita bertanya "kenapa?"
Membuat kita menerima.
Membuat kita memberi.
Dan yang paling penting, membuat kita hidup.

Bukanlah kehadiran atau ketidakhadiran yang penting; kita nggak perlu merasa kesepian meski kita sedang sendiri. Sendiri itu perlu, lho. Dan itu jangan sampe membuat kita jadi kesepian. Yang jadi masalah bukan berada bersama seseorang, tetapi berada untuk seseorang.

Jangan pernah ragu nyatakan cinta. Jujurlah dengan apa yang kita rasa dan katakan. Nggak ada ruginya mengekspresikan diri. Ambil kesempatan untuk mengungkapkan pada seseorang betapa pentingnya dia buat kita. Lakukan, buat perubahan, hindari penyesalan.

Satu lagi, tetaplah dekat dengan kawan dan keluarga, karena mereka udah berjasa membangun diri kita yang sekarang. Cinta memang ada untuk ditebarkan. Dan saat cinta yang kita berikan diterima, atau dibalas, itulah saat hidup menjadi penuh makna.

Kamis, 06 Agustus 2009

Haruskah Harta Menjadi Dewa?


Berbondong-bondong orang mengikuti pertemuan-pertemuan yang membahas bagaimana tips dan trick menjadi kaya. Dua hari yang lalu pun, teman lama saya mengajak bertemu di sebuah tempat untuk sekedar makan malam bersama. “Apa Kabar Yan, bagaimana pekerjaan mu?” dan berulang kali seperti tanpa malu-malu lagi Ia mengajak saya berbicara bagaimana menjadi kaya.

Beberapa saat pertama saya masih belum mengerti tentang maksud “lemparan-lemparan” kalimat pembuka yang diberikannya. Namun setelah makan usai, ternyata Ia hanya ingin mempresentasikan kepada saya mengenai sebuah usaha Multi Level Marketing yang sudah Ia ikuti, dan telah membuahkan ribuan US $ mengalir ke rekeningnya.

Dengan berapi-api Ia melontarkan maksud-maksud yang mungkin Ia tujukan untuk membuat saya menjadi terpengaruh, satu hal dan tak lebih yaitu tentang kekayaan fisik belaka.

Dalam hati saya tertawa, mengapa hampir semua orang yang sangat piawai berbicara dan beretorika yang saya temui dimuka bumi ini cuma dan tak lebih berfikir mengenai kekayaan material yang duniawi banget itu.

Rata-rata mereka merekomendasikan saya untuk membaca sebuah buku berjudul “Rich Dad Poor Dad” dan atau “Cashflow Quadrant”, jujur saja saya memang sedang membaca buku-buku tersebut dirumah, belum selesai memang, namun yang saya fikirkan apapun argumentasi mengenai “kaya” didalam buku tersebut hendaknya kita juga mampu untuk mem-filter-nya tanpa harus kita telan mentah-mentah seluruh pesan-pesan didalamnya.

Pernah saya bertemu seorang teman lagi, yang saat ini sedang giat-giatnya menekuni ajaran agama. Beberapa kali Ia menganjurkan saya untuk menikah dengan wanita yang kaya agar dalam kehidupan nanti saya tidak lagi dipusingkan dengan masalah duniawi, sehingga saya dapat khusuk beribadah. yang sangat menggelikan, Ia beralasan Nabi pun menikahi seorang wanita yang notabene memang sangat kaya pada jamannya itu. Namun bagi saya, Nabi terlebih dahulu sudah memiliki kekayaan “hati dan nurani” dan dikehidupannya Tuhan pun secara automatis akan memberikan kelapangan dunia seperti pelimpahan harta dan rejeki.

Melangkah dari beberapa pembicaraan diatas, saya mulai semakin berfikir geli tentang apa yang manusia modern ini cari. Memang, pada jaman dua generasi diatas kita, kekayaan fisik masih bukan sebuah hal utama yang ingin mereka cari didalam kehidupannya. Keyakinan untuk selalu dekat kepada Sang Pencipta dan menjalani hidup dengan penuh kesederhanaan, justru membuat mereka tenang dan ternyata juga mendapatkan berkah seperti apa yang orang sekarang sebut dengan kaya.

Sejarah memang membuktikan segalanya, terutama mengenai kemajuan berbagai bidang ilmu saat ini. Kemampuan berfikir manusia semakin berkembang pula. kebudayaan telah memimpin manusia agar segera memasang kuda-kuda untuk hidup, bertarung menjadi kaya, bahkan akhirnya memaksa manusia untuk menghalalkan segala cara.

Standar-standar fisik yang tidak resmi bagi kehidupan yang disebut mapan pada abad ini membentuk sebuah pola pikir baru. Sebut saja keinginan memiliki; sebuah rumah mewah yang dilengkapi dengan fasilitas lengkap, sebuah BMW, gaya-gaya hidup glamour dll, itu minimal harus kita miliki untuk dapat menjaga gengsi bagi lingkungan disekitar kita.

Berkali-kali materi selalu dijadikan dewa yang akan mengantarkan kita pada kehidupan yang tenang dan bahagia. Sehingga orang berlomba-lomba untuk mengejarnya terlebih dahulu dan menunda hal lain yang mungkin lebih prinsipil didalam kehidupan pribadinya.

Banyak sekali manusia menjadi “liar” membanting tulang dan mendoktrin fikirannya sendiri untuk berjuang secara “bringas” menjadi kaya. Melihat kondisi tersebut, seolah kita tak ubahnya berada dalam sebuah hutan rimba yang didalamnya penuh dengan hewan-hewan pemangsa yang tidak peduli dengan sesamanya.

“Kaya” sudah seperti layaknya timbunan daging lezat yang masih berlumur darah segar, dan tak ada satu hewan pemangsa pun yang mau bertahan untuk tidak menerkamnnya.

Wabah ingin “kaya”, memang sudah merasuk dari jaman dahulu di dalam tubuh pemerintahan sejak jaman kerajaan. Para perdana mentri, panglima perang dan sampai juga pejabat setingkat lurah, berlomba-lomba “membunuh” nuraninya dan rela menjilat bokong sang Raja demi kekuasaan dan harta belaka. Di abad kemerdekaan ber-Republik ini pun kebudayaan itu terus diwarisi oleh kalangan manusia bertopeng di pemerintahan.

Saya sendiri sudah sangat suntuk untuk membicarakan manusia-manusia arogan nan serakah itu, namun yang membuat saya prihatin adalah prilaku tersebut telah menjadi wabah yang umum di kalangan masyarakat menengah kebawah.

Guru saya, teman saya, saudara saya, tetangga, dan sebagainya. Mereka menjabarkan mengenai Goals dalam hidup mereka, yang justru membuat kita seperti dipertontonkan pada sebuah imajinasi buas anak manusia.

Tak mengherankan bila manusia yang diberikan oleh Tuhan berupa akal dan fikiran serta kesempurnaan jasmani dan rohani, pada akhirnya akan sampai pula pada sebuah titik yang mereka impikan.

Namun adakalanya usaha pencapaian manusia pada titik tertentu tersebut akan menjauhkan mereka dari lingkungan sosial dan menimbulkan sifat superior didalam dirinya. Kesombongan dan sikap individualis akan tampil dipanggung kesuksesannya, yang semuanya dikarenakan titik awal dari langkahnya untuk menjadi kaya telah dirasuki oleh mental buas tadi.

Seolah masyarakat diabad ini sudah kehabisan wadah untuk berbalik memikirkan kebersamaan persaudaraan dan keyakinan untuk menjalani hidup sederhana yang semata-mata bukan hanya mengejar materi semata. Paham kapitalis seperti telah mencapai titik suksesnya dalam menghembuskan kepentingan dan membentuk pola pikir ideologi mereka.

Hukum yang dibuat oleh pakar-pakar hukum telah lunglai oleh perinsip lama ; “hukum rimba”, siapa kuat ia lah yang akan berkuasa. Dan untuk menjadi kuat, sejarah dan budaya telah menuntun kita untuk mengejar harta, karena dengan nya lah kita akan merasa kuat dan bukan lagi kuat karena-Nya, yaitu bersandar kepada Tuhan.

Hati-hati .....

Butir Padi Pertanda Kasih


Dua bersaudara bekerja bersama-sama di ladang milik keluarga mereka. Yang seorang telah menikah dan memiliki sebuah keluarga besar. Yang lainnya masih lajang.
Ketika hari mulai senja, kedua bersaudara itu membagi sama rata hasil yang
mereka peroleh.

Pada suatu hari, saudara yang masih lajang itu berpikir, "Tidak adil jika kami membagi rata semua hasil yang kami peroleh. Aku masih lajang dan kebutuhanku hanya sedikit." Karena itu, setiap malam ia mengambil sekarung padi dari lumbung miliknya dan menaruhnya di lumbung milik saudaranya.

Sementara itu, saudara yang telah menikah itu berpikir dalam hatinya, "Tidak adil jika kami membagi rata semua hasil yang kami peroleh. Aku punya istri dan anak-anak yang akan merawatku di masa tua nanti, sedangkan saudaraku tidak memiliki siapa pun dan tidak seorang pun akan peduli padanya pada masa tuanya." Karena itu, setiap malam ia pun mengambil sekarung padi dari lumbung miliknya dan menaruhnya di lumbung milik saudara satu-satunya itu.

Selama bertahun-tahun kedua bersaudara itu menyimpan rahasia itu masing-masing, sementara padi mereka sesungguhnya tidak pernah berkurang, hingga suatu malam keduanya bertemu, dan barulah saat itu mereka tahu apa yang telah terjadi. Mereka pun berpelukan.

Jangan biarkan persaudaraan rusak karena harta, justru pereratlah persaudaraan tanpa memusingkan harta.